Jumat, 29 Februari 2008

Gigi tanggal sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit jantung.


Terdapat hubungan yang sangat kuat antara tanggalnya gigi dengan terjadinya penyakit jantung, para ahli melaporkan dalam studi yang dipublikasikan dalam American Journal of Preventive Medicine, Desember 2005. Hasil penelitian yang dilakukan Catherine Okoro, ahli epidemiologi dari Division of Adult and Community Health at the Center for Disease Control and Prevention, mengatakan penyakit jantung dialami oleh 4,7% mereka yang giginya tidak tanggal, 5,7% dialami oleh mereka yang memiliki gigi tanggal sebanyak 1 sampai 5 gigi, 7,5% dialami mereka yang mengalami gigi tanggal sebanyak 6 sampai 31 gigi, dan 8,5% dialami oleh mereka yang sudah tidak memiliki gigi.

Penemuan ini muncul setelah para ahli menilai jenis kelamin, ras dan etnik, pendidikan, status perkawinan, diabetes, status merokok, peminum alkohol, penderita hipertensi, tingginya kadar kolesterol dan body mass index, Okoro mengatakan.
Para ahli menganalisa data sebanyak 41,891 responden pada tahun 1999-2002. Para responden berusia 40 sampai 79 tahun dan berasal dari 22 negara dan daerah di Columbia.
Mereka mencatat hasil yang didapat dari studi tersebut, dimana menunjukkan suatu hubungan antara penyakit periodontal dan tanggalnya gigi, dengan meningkatnya risiko aterosklerosis dan serangan jantung.

Akan tetapi mereka mengatakan bahwa dalam penelitian ini tidak disebutkan hubungan antara kondisi mulut dengan penyakit jantung.Okoro menegaskan bahwa hubungan antara tanggal gigi dan penyakit jantung juga harus dipertimbangkan dengan status merokok atau tidak, karena diketahui bahwa merokok berperan penting terhadap tanggalnya gigi dan terjadinya penyakit jantung. Meskipun begitu, saat dilakukan penelitian berdasarkan kelompok usia dan status merokok, didapatkan hubungan yang bermakna antara tanggalnya gigi dan penyakit jantung terhadap responden yang berusia 40 sampai 59 tahun dan tidak merokok.

Okaro mengatakan hubungan antara tanggal gigi dan penyakit jantung sebaiknya dapat dipublikasikan dalam kesehatan masyarakat, sebab terjadinya kedua keadaan ini dapat terjadi pada seluruh populasi. Penting untuk melakukan konseling tentang masalah peningkatan kesehatan jantung, mencegah dan mengontrol faktor risiko penyakit jantung dan memelihara dengan baik kesehatan mulut, tambahnya.
Sumber : www.kalbefarma.com

Faktor resiko penyakit jantung meningkat

Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas 2004) kerjasama Promkes Depkes, Litbang dan BPS tahun 2004 hasilnya memprihatinkan. Tiga factor resiko utama yang saling terkait sebagai penyebab penyakit tidak menular (PTM) seperti jantung, stroke yaitu kebiasaan merokok, kurang aktivitas fisik, makan tidak seimbang, kegemukan, diet rendah serat/kurang buah dan sayur & tinggi kalori/lemak hewani dll terus meningkat.
Anak mulai merokok.
Persentase penduduk umur 15 tahun keatas tidak merokok 66% dibanding Susenas 2001 & 2003 menurun 2% berarti perokok naik. Begitupun pada tahun 2004 anak umur 10 tahun mulai merokok, piknya pada umur 15-19 th. 59,1%. Lebih dari 57% setiap rumah tangga mempunyai sedikitnya seorang perokok dalam rumahnya dan 91,8% mereka merokok dirumah. Saat ini terdapat +43 juta anak & Ibu sebagai perokok pasif. Perokok wanita 1,4% tahun 2001 menjadi 1,7% di tahun 2003 dan menjadi 4,5% tahun 2004.
Penduduk kurang gerak
Sebagian besar 85% penduduk umur 15 tahun keatas kurang beraktivitas fisik dan hanya 6% penduduk yang cukup beraktivitas fisik untuk sehat. Penduduk wanita kurang beraktivitas fisik 87% lebih tinggi daripada laki-laki 83% diperkotaan lebih tinggi daripada pedesaan. Kelompok kurang gerak terdapat pada strata masyarakat berpendidikan lebih tinggi dan ekonomi yang baik. Sebagaimana kita sering singgung bahwa 43% dari jenis penyakit yang ada sekarang ini ada kaitannya dengan unsur kurang gerak.
Penduduk kurang konsumsi sayur dan buah.

Susenas tahun 2004 mencatat hampir seluruh penduduk (99%) umur 15 tahun keatas kurang mengkonsumsi sayur dan buah dan hanya 1% saja yang cukup mengkonsumsi sayur dan buah. Yang memprihatinkan keadaan ini merata disemua propinsi, dimana kita tinggal dinegara agraris yang banyak sayur dan buah. Dan bagi mereka yang kurang mengkonsumsi sayur dan buah dari mereka yang berpengetahuan minim. Kecuali masalah-masalah perilaku tidak sehat tadi, problem lingkungan yang kurang baik, kekurangan air bersih, kepadatan penduduk, masalah kemiskinan stress dll juga dapat mempengaruhi kerja jantung kita.

Gigi sebagai Sumber Penyakit Jantung

Penyakit jantung adalah penyebab utama kematian di negara maju. Di AS saja diperkirakan 12,4 juta orang menderita penyakit ini dan 1,1 juta orang akan terkena gangguan jantung serius tahun ini.Tahun 2000, 16,7 juta penderita meninggal karena penyakit ini, atau sekitar 30,3% dari total kematian di seluruh dunia. Lebih dari setengahnya dilaporkan dari negara berkembang. DI Indonesia, prevalensi penyakit jantung dari tahun ke tahun terus meningkat.Di samping faktor risiko klasik (merokok, obesitas, kadar kolesterol, tekanan darah tinggi, kurang aktivitas, diabetes mellitus, stres), hasil penelitian akhir-akhir ini menyebutkan bahwa reaksi peradangan (inflamasi) dari penyakit infeksi kronis mungkin juga menjadi faktor risiko. Meskipun begitu, hanya penyakit gigi kronis yang terbukti terkait dengan penyakit jantung.

Mekanisme penyebaranPenyebaran penyakit dari gigi ke organ tubuh lain dapat dijelaskan lewat teori fokal infeksi. Fokal infeksi adalah infeksi kronis di suatu tempat dan memicu penyakit di tempat lain. Racun, sisa-sisa kotoran, maupun mikroba penginfeksi bisa menyebar ke tempat lain di tubuh seperti ginjal, jantung, mata, kulit. Dampak penyakit gigi pada jantung dapat berupa penyakit jantung koroner, peradangan otot, serta katup jantung (endokarditis).Bakteri yang terikut aliran darah bisa memproduksi enzim yang mempercepat terbentuknya bekuan darah sehingga mengeraskan dinding pembuluh darah jantung (aterosklerosis). Bakteri dapat juga melekat pada lapisan (plak) lemak di pembuluh darah jantung dan mempertebal plak. Semua itu, menghambat aliran darah serta penyaluran sumber makanan dan oksigen ke jantung, sehingga jantung tak berfungsi semestinya.Gejala awal dapat berupa nyeri dada, meliputi rasa seperti terbakar, tertekan, dan beban berat di dada kiri, yang dapat meluas ke lengan kiri, leher, dagu, dan bahu. Nyeri dada juga terasa di bagian tengah dada selama beberapa menit. Setelah kejadian biasanya diikuti rasa mual, muntah, pusing, keringat dingin, tungkai serta lengan menjadi dingin, napas terengah-engah, dan sesak napas.Angina berkepanjangan akan menjurus ke serangan jantung (miokard infark). Namun sering kali penyakit jantung koroner berlangsung tanpa adanya gejala, ia tidak menimbulkan masalah sampai keadaannya sudah parah.Kemungkinan lain, reaksi peradangan yang disebabkan oleh penyakit gigi meningkatkan pembentukan plak yang memacu penebalan dinding pembuluh darah. Penelitian menunjukkan, orang dengan penyakit gigi mempunyai risiko dua kali lebih tinggi terkena penyakit jantung koroner.

Endokarditis Bakteri yang ditemukan pada plak gigi merupakan salah satu faktor penyebab endokarditis. Bakteri di lubang gigi maupun gusi yang rusak dapat masuk ke dalam sirkulasi darah lewat gusi yang berdarah. Bakteri ini dengan mudah menyerang katup jantung maupun otot jantung yang telah melemah. Gejalanya berupa demam, bising jantung, perdarahan di bawah kulit, bahkan embolisasi (penyumbatan) pembuluh darah kecil di organ-organ tubuh lainnya.Meskipun jarang, penyakit ini dapat berakibat fatal dan kadang kala memerlukan operasi katup jantung darurat. Selain itu juga sangat dianjurkan pemberian antibiotika sebagai profilaksi pada orang yang menderita prolaps katup jantung, penyakit jantung rematik dan kelainan jantung bawaan, sebelum mendapatkan tindakan pengobatan gigi.Karena mencegah selalu lebih baik daripada mengobati, perlu perawatan gigi yang baik dan pemeriksaan gigi secara berkala. Cara pencegahan terbentuknya karang gigi cukup sederhana, yaitu dengan rajin dan teliti membersihkan gigi secara baik dan benar. Penggosokan pada lidah selama 30 detik juga terbukti mengurangi jumlah bakteri dalam mulut.Brosur cara menyikat gigi yang baik dan benar dapat diperoleh dengan mudah di setiap tempat praktik dokter gigi. Pemakaian dental floss (benang gigi) juga amat penting untuk membersihkan daerah- daerah yang sulit terjangkau oleh sikat gigi, terutama daerah antargigi dan juga pada gigi-gigi yang berjejal.

Sumber : www.kompas.co.id

Kematian Mendadak (Tidak) Hanya Dialami Pria!


TIDAK jarang kita dikejutkan oleh berita kematian teman, tetangga, atau keluarga yang belum lama berselang kita temui dalam keadaan "sehat". Bentuk kematian yang seperti itu sering kita sebut sebagai kematian mendadak.
Kematian mendadak, yang dalam bahasa aslinya disebut sudden cardiac death, didefinisikan sebagai kematian yang tidak terduga atau proses kematian yang terjadi cepat, yaitu dalam waktu 1 jam sejak timbulnya gejala. Sekitar 93 persen SCD adalah suatu kematian aritmik. Artinya, kematian terjadi akibat timbulnya gangguan irama jantung yang menyebabkan kegagalan sirkulasi darah.
DI negara maju seperti Amerika Serikat, kejadian sudden cardiac death (SCD) mencapai 400.000 kasus per tahun. Jumlah ini hampir 50 persen dari seluruh kematian yang terjadi. Keadaan yang sama bisa jadi dialami juga oleh negara kita, khususnya di perkotaan, di mana pola penyakitnya sudah sama dengan pola penyakit negara-negara maju.
SCD dapat terjadi pada orang yang memiliki sakit jantung yang manifes secara klinis maupun pada penyakit jantung yang "silent". Artinya, kematian mendadak dapat terjadi baik pada mereka yang telah diketahui menderita sakit jantung sebelumnya maupun pada mereka yang dianggap sehat-sehat saja selama ini.
Penyakit jantung koroner (PJK) masih merupakan penyakit yang paling sering didapatkan pada pasien yang mengalami SCD. Telah diketahui bahwa wanita lebih lambat 10 tahun dalam insiden PJK dibandingkan dengan pria sehingga terdapat gender gap pada kejadian SCD. Keadaan ini sering membuat masyarakat, bahkan para dokter, berpikir bahwa SCD dan PJK hanya merupakan masalah kaum adam. Apakah benar demikian?"Gender gap"Wanita yang pernah mengalami serangan jantung atau infark miokard akut (IMA) memiliki peluang yang sama dengan pria untuk mengalami SCD.
Studi Framingham, suatu landmark studi epidemiologik jangka panjang, menunjukkan bahwa pada penderita dengan riwayat penyakit jantung, pria mempunyai risiko SCD 2-4 kali lipat dibandingkan dengan wanita.
Sementara itu, data yang lebih baru dari Abildstrom dan kawan-kawan yang melakukan studi prospektif selama empat tahun pada 6.000 pasien yang selamat dari IMA menemukan bahwa pria mengalami SCD hanya 1,3 kali lebih sering dibanding wanita. Temuan yang dipublikasikan tahun 2002 itu menunjukkan terjadi peningkatan SCD pada wanita.
Sejumlah besar data menunjukkan bahwa wanita dan dokternya harus memahami bahwa penyakit jantung dan SCD bukan hanya isu kaum adam atau manula saja. Beberapa peneliti dari National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion Amerika Serikat mendapatkan bahwa kejadian kematian mendadak yang disebabkan penyakit jantung yang dialami oleh wanita muda meningkat lebih dari 31 persen selama periode 1989-1996. Padahal, pria hanya mengalami peningkatan sekitar 10 persen selama periode yang sama.
Temuan ini sangat mengejutkan para ahli sehingga secara aktif digali faktor-faktor yang diduga menyebabkan keadaan tersebut. Peningkatan yang bermakna dari frekuensi kejadian diabetes, overweight dan obesitas pada wanita, kecenderungan meningkatnya wanita perokok, dan screening kesehatan serta pengobatan penyakit jantung yang kurang agresif pada wanita dibandingkan pria diduga merupakan faktor-faktor yang turut berperan pada peningkatan SCD pada wanita.
Kemudian, data lain juga menunjukkan bahwa wanita kurang menyadari gejala serangan jantung sehingga terlambat mendapatkan pertolongan. Wanita tidak mendapatkan perawatan yang tepat waktu karena mereka dan dokternya lambat mengambil kesimpulan terhadap suatu gejala penyakit jantung.
Badan epidemiologi nasional di Amerika mendapatkan bahwa proporsi wanita yang mengalami kematian di luar rumah sakit lebih tinggi dari pada pria. Hampir 52 persen wanita yang mengalami SCD terjadi di luar rumah sakit, dibandingkan hanya 42 persen pada pria. Hal ini terjadi karena gejala penyakit jantung pada wanita sering berbeda dengan pria sehingga terlambat dikenali.
Penelitian-penelitian menunjukkan, wanita lebih sering mengeluh nyeri pada rahang atau leher dan nyeri bahu, mual, muntah, lemas, atau kembung sebagai gejala penyakit jantung dibandingkan pada pria. Sembilan puluh persen wanita yang di survei pada tahun 1997 tidak menyadari akan gejala yang tidak khas itu. Di lain pihak, pria lebih sering mengalami gejala nyeri dada tipikal yang menjalar sehingga mereka dan tenaga medis segera mengenalinya sebagai serangan jantung.
Kenyataan seperti diuraikan di atas merupakan suatu ironi di bidang kesehatan. Tampak jelas bahwa informasi kesehatan yang memadai baik bagi awam maupun tenaga medis akan menentukan outcome pelayanan kesehatan. Penyakit jantung koroner sebagai penyebab kematian mendadak yang paling sering harus tetap diwaspadai dengan saksama pada wanita yang memiliki faktor-faktor risiko tertentu.
Faktor risiko SCDPada suatu penelitian skala besar yang dinamai sebagai Nurses Health Study-di mana diteliti 121.701 wanita perawat berusia antara 30-55 tahun dan diamati selama 22 tahun (1976-1998)-didapatkan 244 kasus SCD.
Dalam hal ini, SCD didefinisikan sebagai kematian yang terjadi dalam waktu satu jam dari timbulnya gejala. Albert dan kawan-kawan, peneliti pada Nurses Health Study, mendapatkan bahwa 69 persen dari SCD itu adalah manifestasi awal dari penyakit jantung para wanita tersebut. Hal ini berarti bahwa para wanita yang mengalami SCD sebagian besar tidak mempunyai gejala atau tidak pernah terdiagnosis penyakit jantung sebelumnya. Kemudian, hampir semua wanita yang mengalami SCD dalam studi ini mempunyai paling sedikit satu faktor risiko PJK. Merokok merupakan faktor risiko SCD yang paling kuat pada wanita, di mana wanita yang merokok 25 batang atau lebih per hari, mempunyai empat kai lipat peningkatan risiko SCD. Keadaan ini sama dengan risiko SCD pada wanita yang pernah mengalami serangan jantung sebelumnya. Diabetes menyebabkan peningkatan hampir tiga kali lipat risiko SCD, hipertensi menyebabkan sekitar 2,5 kali peningkatan risiko, dan obesitas menyebabkan peningkatan sampai 1,6 kali risiko, sementara kadar kolesterol yang tinggi tidak menunjukkan peningkatan risiko SCD yang signifikan. Riwayat keluarga dengan orangtua yang meninggal karena PJK sebelum usia 60 tahun juga merupakan faktor risiko SCD, hal ini menunjukkan adanya keterkaitan faktor genetis. Maka, penting sekali memahami bahwa masyarakat dan kalangan medis tidak boleh hanya fokus kepada asisten yang sudah terdokumentasi adanya penyakit jantung saja dalam hal prevensi SCD, tetapi juga terhadap mereka yang hanya memiliki faktor risiko walau belum manifes secara klinis.
Diyakini, kesadaran akan bahaya SCD dengan mengelola faktor PJK akan sangat menurunkan kejadian SCD. Selain itu, terdapat karakteristik sistem tata listrik jantung yang unik pada wanita, yang dapat menambah kemudahan tercetusnya suatu kelainan irama jantung yang berbahaya. Hal ini ditunjukkan dengan laju jantung yang lebih cepat pada wanita dan masa repolarisasi sel- sel otot jantung yang lebih panjang yang dipengaruhi hormon kewanitaan.
Sebagaimana pada pria, wanita yang pernah mengalami serangan jantung juga mempunyai risiko SCD. Besarnya risiko SCD sangat ditentukan oleh sisa kemampuan jantung memompa darah setelah mengalami serangan jantung. Kemampuan pompa jantung dinilai dengan parameter yang disebut fraksi ejeksi. Penilaian fraksi ejeksi dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut ekokardiografi. Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, tanpa persiapan khusus, dan bersifat non- invasif.
Terdapat beberapa penelitian yang secara jelas memperlihatkan bahwa penurunan fraksi ejeksi setelah suatu serangan jantung akan meningkatkan kejadian kematian, di mana fraksi ejeksi kurang dari 35 persen merupakan prediktor paling kuat dari mortalitas total pada satu tahun pertama pascaserangan jantung. Pasien dengan fraksi ejeksi antara 15-35 persen lebih sering meninggal karena kematian aritmik atau SCD. karena itu, penting sekali bagi penderita serangan jantung mengetahui sisa kemampuan pompa jantungnya. Pengetahuan ini akan menentukan penanganan selanjutnya dalam mencegah kejadian SCD.
Selain dengan fraksi ejeksi, pemeriksaan lain yang lebih sederhana dengan menggunakan rekaman elektrokardiografi (EKG) sangat bermanfaat dalam penilaian risiko SCD pascaserangan jantung. Dokter jantung akan menilai lebar gelombang QRS pada rekaman EKG untuk membantu meramalkan risiko kematian mendadak. Pasien yang mengalami penurunan fraksi ejeksi disertai lebar gelombang QRS lebih dari 150 mili detik memiliki risiko kematian yang lebih tinggi.Penyakit jantung khusus pada wanitaTerdapat suatu penyakit yang ditandai oleh pemanjangan interval QT pada rekaman EKG, yaitu suatu interval yang menghubungkan awal gelombang QRS dengan gelombang T. Penyakit ini disebut sebagai Long QT syndrome (LQTS).
LQTS menempati kedudukan penting di bidang penyakit jantung karena keadaan ini berisiko menimbulkan kematian mendadak melalui suatu mekanisme yang disebut afterdepolarization. Afterdepolarization akan menyebabkan kelainan irama jantung yang disebut torsa de pointes, yang mematikan. Berdasarkan data dari International Registry on Long QT Syndrome didapatkan 66 persen penderitanya adalah wanita.
Risiko kejadian fatal pada pria dengan QTS menurun setelah pubertas dan menjadi sangat rendah setelah usia 20 tahun. Sebaliknya pada wanita LQTS mempunyai risiko kejadian fatal yang menetap sampai pada usia dewasa. Hal ini mungkin karena efek protektif dari hormon pria. Sembilan persen wanita dengan LQTS mengalami kejadian fatal yang pertama pada saat kehamilan. Patut kiranya masyarakat, khususnya wanita, mengetahui status kesehatan jantungnya dengan melakukan rekaman jantung secara berkala sehingga kematian yang tidak perlu dapat dihindarkan.
Penyakit jantung lain yang dihubungkan dengan risiko SCD adalah mitral valve prolapse (MVP). MVP adalah suatu kelainan pada katup jantung, yaitu katup mitral, di mana terjadi gangguan penutupan katup mitral akibat struktur katup yang mengalami degenerasi. Meskipun prevalensi MVP hanya berkisar 3-4 persen dari populasi dewasa normal yang berusia 40-60 tahun, akan tetapi kejadiannya lebih sering pada wanita (75 persen).
Dalam kaitan dengan SCD, MVP dikelompokkan kepada MVP dengan atau tanpa kebocoran darah melalui katup mitral. Insiden SCD pada MVP tanpa kebocoran mitral adalah 0,01-0,02 persen per tahun, lebih rendah dari risiko SCD per tahun akibat penyebab apa pun pada populasi umum (0,2 persen per tahun). Akan tetapi, insiden SCD meningkat 50-100 kali menjadi 0,9-2 persen per tahun pada MVP yang disertai kebocoran mitral.
Sekalipun mekanisme SCD pada MVP tidak sepenuhnya dimengerti dan cenderung kontroversial, tetapi beberapa peneliti mendapatkan bahwa dapat terjadi gangguan pembentukan dan penjalaran impuls listrik jantung pada MVP, kemudian didapatkan juga temuan yang konsisten berupa aritmia yang berasal dari serambi dan bilik jantung. Pemeriksaan ekokardiografi dapat mengetahui ada tidaknya MVP pada penderita yang sering mengeluh berdebar.Upaya pencegahan SCDApa yang dapat dilakukan terhadap mereka yang mempunyai risiko SCD?
Karena PJK masih merupakan penyebab SCD terbanyak baik pada pria maupun wanita, mengontrol dan menghilangkan faktor risiko PJK (hipertensi, diabetes melitus, obesitas, merokok, dislipidemia) merupakan upaya pencegahan primer yang sangat penting. Kontrol faktor risiko PJK akan menurunkan kejadian serangan jantung sehingga risiko SCD-nya dapat diperkecil.
Bagi mereka yang telah mengalami serangan jantung, pemeriksaan fraksi ejeksi sangat krusial. Belum lama ini telah dibuktikan bahwa pemasangan alat ICD (implantable cardioverter defibrillation) dapat menurunkan kejadian SCD secara bermakna. Alat ini juga berguna bagi penderita LQTS.
Beberapa metode dapat dipergunakan untuk penilaian risiko aritmogenik pasca-miokard infark, yaitu penilaian klinis, fraksi ejeksi, laju jantung, durasi QRS, durasi QT, dispersi QT, single averaged ECG, T-wave alternans, holter monitoring, sensitivitas baroreflex, dan elektrofisiologi studi. Penilaian elektrokardiografis sangat bermanfaat untuk menentukan pasien dengan risiko tinggi SCD.Kematian mendadak dapat terjadi baik pada wanita yang diketahui menderita penyakit jantung maupun pada mereka yang hanya memiliki faktor risiko PJK. Kecenderungan masyarakat yang menganggap PJK sebagai penyakit yang hanya diderita kaum pria, dan seringnya wanita menunjukkan gejala PJK yang tidak khas, menjadi sebagian penyebab dari peningkatan kejadian SCD pada wanita yang lebih besar dari pria pada dekade terakhir. Teknik pemeriksaan non-invasif yang sederhana dengan menggunakan EKG terbukti dapat menjadi alat stratifikasi risiko SCD pada wanita.
Oleh Yoga Yuniadi Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FKUI dan Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta

Pola Makan Sebagai Pencegah Penyakit Jantung


Terjadinya penyumbatan dan penyempitan pembuluh arteri kororner tersebut disebabkan oleh penumpukan zat-zat lemak (kolesterol, trigliserida) di bawah lapisan terdalam (endotelium) dari dinding pembuluh nadi. Salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap kemungkinan terjadinya penimbunan zat lemak ini adalah gaya hidup, khususnya pola makan.
Penyakit jantung kerap diidentikkan dengan penyakit akibat “hidup enak”, yaitu terlalu banyak mengkonsumsi makanan mengandung lemak dan kolesterol. Hal ini semakin menjadi dengan kian membudayanya konsumsi makan siap saji alias junk food dalam kurun waktu satu dekade ini.
Tak dapat dimungkiri, junk food telah menjadi bagian dari gaya hidup sebagian masyarakat di Indonesia. Lihat saja berbagai gerai yang terdapat di mal-mal, selalu penuh oleh pengunjung dengan beragam usia, dari kalangan anak-anak hingga dewasa.
Padahal junk food banyak mengandung sodium, lemak jenuh dan kolesterol. Soium merupakan bagian dari garam. Bila tubuh terlalau banyak mengandung sodium,dapat meningkatkan aliran dan tekanan darah sehingga menyebabkan tekanan darah tinggi. Tekanan darah tinggi lah yang dapat berpengaruh munculnya gangguan penyakit jantung.
Lemak jenuh berbahaya bagi tubuh karena merangsang hati untuk memproduksi bnnyak kolesterol yang juga berperan akan munculnya penyakit jantung. Karena kolesterol yang mengendap lama-kelamaan akan menghambat aliran darah dan oksigen sehingga menggangu metabolisme sel otot jantung.Meningkatnya jumlah junk food yang masuk ke pasar Indonesia pun memunculkan fenomena baru, yaitu obesitas atau berat badan berlebih. Masalah kegemukan ini juga makin banyak ditemui pada usia anak-anak. Tema ini pula yang diangkat untuk Hari Jantung Sedunia 2005 pada bulan September lalu, yang mengingatkan bahwa obesitas merupakan faktor resiko utamanya terjadinya penyakit jantung.
Pada penderita obesitas, jantung harus bekerja lebih keras agar dapat menyuplai darah ke seluruh tubuh. Secara signifikan hal ini dapat meningkatkan resiko penyakit jantung. Dengan makin banyaknya orang yang mengidap obesitas di usia dini, bukan tidak mungkin bila usia penderita penyakit jantung pun kian muda.
Kolesterol semdiri terdiri dari 2 jenis, yaitu High Density Lipoprotein (HDL) yang sering disebut kolesterol baik dan Low Density Lipoprotein (LDL), yang sering disebut kolesterol jahat. Metabolisme tubuh dan kinerja jantung akan terganggu bila kadar LDL dalam darah tubuh lebih banyak daripada kadar HDL. Patut diingat, bahan makanan yang tinggi kadar kolesterol antara lain kuning telur, otak, hati, paru, usus, kepiting dan kerang.
Terapkan Diet Seimbang
Cara terbaik untuk menjaga tubuh dari serangan jantung adalah mengubah gaya hidup dengan menjalankan diet seimbang. Diet seimbang bisa juga dikatakan sebagai makanan seimbang, yaitu makanan sehari-hari yang mengandung berbagai zat gizi dalam jumlahdan kualitas yang sesuai dengan kebutuhan tubuh untuk hidup sehat secara optimal. Komposisinya terdiri dari karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral.
Fungsi zat gizi dalam tubuh adalah sebagai sumber energi (karbohidrat dan lemak), zat pembangun (protein) terutama untuk tumbuh kembang serta mengganti sel yang rusak dan sumber xat pengatur (vitamin dan mineral).
Bahan makanan yang mengandung karbohidrat adalah beras, jagung, sagu, ubi dan hasil olahannya. Sumber protein nabati dapat diperoleh dari tempe, tahu, kacang-kacangan, sedangkan protein hewani dari daging, telur, ayam dan ikan. Sedangkan sumber zat pengatur didapat dari sayur dan buah-buahan.
Kelengkapan asupan nutrisi dan gizi tersebut merupakan keharusan, untuk menajaga metabolisme tubuh tetap baik. Sedangkan jumlah dan banyaknya makanan yang dimakan tergantung dari umur, jenis kelamin dan aktivitas sehari-hari.
Setidaknya, konsep makanan seimbang ini harus dimulai dari sekarang dengan menghindari berbagai makanan yang dapat meningkatkan kadar lemak dalam dan kolestrol dalam tubuh
Untuk menghindari penimbunan lemak dalam pembuluh darah, seseorang perlu menghindari lemak jenuh seperti lemak sapi, kambing, makanan bersanatan dan gorengan karena dapat meningkatkan kadar kolesterol darah.
Lemak tak jenuh tunggal, yang mempunyai pengaruh sedikit terhadap peningkatan kadar kolesterol darah, terdapat pada minyak zaitun, minyak biji kapas, minyak wijen dan minyak kelapa sawit. Sedangakan lemak tak jenuh ganda, yang berpengaruh terhadap penurunana kadar kolesteroldarah terdapat pada minyak jagung, minyak kedelai, minyak kacang tanah, minyak bunga matahari dan minyak ikan.
Ingatlah untuk tidak pernah menggunakan minyak jelantah atau minyak yang digunakan berkali-kali, karena asam lemak tidak jenuh berubah menjadi asam lemak trans yang dapat meningkatkan lipoprotein LDL dan menuunkan lipoprotein HDL.
Konsumsi kacang-kacangan seperti kacang kedelai, ikan, dan biji bunga matahari yang mengandung asam lemak omega-3 (lenoleat) dan omega 6 (linoleat) harus ditingkatkan. Begitu pula dengan sayur, buah, jagung, ubi-ubian yang mengandung serat. Serat pada buah-buahan secara efektif dapat menurunkan kadar kolesterol LDL. Menurut Angelique DP, brand manager PT Nutrifood Indonesia, diet yang baikbagi jantung adalah diet yang rendah lemak dan tinggi serat.
Beberapa makanan tersebut di atas juga mengandung vitamin C dan E yang dapat mencegah jantung. Vitamin C berperan dalam pembentukan kolagen dan merupakan factor positif untuk mencegah serangan jantung koroner. Kekurangan vitamin C menyebabkan kerusalan susunan sel arteri sehingga dapat terisi kolesterol dan menyebabkan aterosklerosis atau proses pengapuran dan penimbunan elemen kolesterol.
Sedangkan vitamin E merupakan antioksidan yang berperan mencegah terjadinya proses oksidasi dalam tubuh, di mana kolesterol LDL yang menembus dinding arteri dapat menyumbat pembuluh darah setelah mengalami oksidasi. Vitamin E dapat ditemukan di minyak nabati (minyak kedelai, minyak jagung dan minyak biji bunga matahari), kacang-kacangan, biji-bijian dan padi-padian.
Metode pemasakan makanan pun harus diperhatikan. Cara yang terbaik adalah dengan ditumis, diungkep, dikukus, rebus, bakar atau panggang.
Ingatlah, tak pernah ada kata terlambat untuk memulai.

Lingkar Pinggang Bisa Deteksi Penyakit Jantung


Pita pengukur dapat menjadi alat terbaik untuk memprediksi penyakit jantung, demikian kata sejumlah peneliti pada awal pekan ini.Studi yang dipaparkan dalam pertemuan "American Heart Association" (Asosiasi Jantung Amerika) menunjukkan pinggang berukuran besar dapat menjadi jalan singkat ke serangan jantung atau penyakit jantung serius."Lingkar pinggang merupakan hal yang penting," kata seorang pakar jantung dari Universitas Colorado sekaligus Ketua Asosiasi Jantung Amerika, Dr Robert Eckel kepada Koresponden Kesehatan dan Ilmu Pengetahuan Kantor Berita Reuters, Maggie Fox.Selama ini dokter melakukan pengecekan kolesterol, tekanan darah dan tingkat kegemukan untuk mengukur risiko penyakit jantung, yang selama ini dikenal sebagai pembunuh nomor satu di AS dan juga negara-negara lain di dunia.


Pusat Kontrol dan Pencegahan Penyakit AS menyatakan, pada tahun 2001, terdapat 930 ribu penduduk Amerika yang meninggal karena penyakit kardiovaskuler.Kebiasaan merokok tetap menjadi penyebab utama penyakit jantung, namun masalah kegemukan mulai mengejar peringkat tersebut. Statistik mulai menunjukkan dengan jelas, tempat lemak bercokol dalam tubuh merupakan hal yang harus diwaspadai karena bentuk tubuh ‘apel’ dimana lemak berkumpul di perut atau bagian tengah badan lebih berbahaya dibandingkan bentuk tubuh ‘pir’ yang besar di bagian bokong atau paha.Dr Xavier Jouven dari INSERM, kelompok peneliti di Villejuif, Prancis, beserta koleganya melakukan penelitian terhadap 7.000 polisi Prancis usia paruh baya yang meninggal pada tahun 1967 hingga 1984 dengan sebab serangan jantung atau penyakit jantung lainnya.Mereka memperhatikan ukuran lingkar pinggang dan BMI (body mass index atau indeks masa tubuh), rasio dari tinggi dan berat badan yang digunakan secara umum untuk mengetahui seseorang mengalami kelebihan berat badan atau kegemukan.


Pria-pria berperut buncit memiliki kemungkinan meninggal lebih cepat, kata Jouven pada pertemuan asosiasi jantung tersebut."Risiko meninggal mendadak itu meningkat karena kepadatan di bagian abdomen atau perut," kata Jouven dalam satu konferensi pers, lalu menambahkan hal tersebut belum diamati lebih jauh untuk kematian yang tidak disebabkan serangan jantung mendadak.Selain itu, penelitian tersebut juga mendapati bahwa orang-orang dengan angka BMI yang tinggi tidak berisiko meninggal dini kecuali bagi mereka yang memiliki lingkar pinggang besar.Sebagai patokan, pinggang berukuran 40 inci atau 102 cm sudah merupakan tanda bahaya bagi pria, sedangkan untuk perempuan risiko tersebut meningkat pada lingkar pinggang berukuran 30 inci atau 76 cm.Dr Khawaja Ammar dari Pusat Medis Olmsted di Rochester, Minnesota (AS), melakukan penelitian terhadap 2.000 orang dewasa berusia 45 tahun ke atas di kawasan tersebut dan membuat sejumlah penghitungan lemak melalui lingkar pinggang, lingkar leher, BMI dan ketebalan lipatan kulit lengan dan perut.Tim peneliti itu juga mendapati orang-orang yang bertubuh "apel" memiliki kecenderungan untuk menderita simptom jantung spesifik yang bernama disfungsi ventrikular kiri dan disfungsi diastolik yang menjadi tolok ukur kinerja jantung dalam memompa darah.Setelah mengamati orang-orang dalam kelompok tersebut yang meninggal dalam waktu lima tahun, mereka menyimpulkan orang yang fungsi diastoliknya rendah dan memiliki ukuran pinggang besar, berkemungkinan meninggal lebih awal."Jangan hanya menghitung tinggi, berat badan dan BMI, lebih baik disertai dengan mengukur lingkar pinggang, sekalian juga lingkar leher," demikian Khawaja Ammar. (Rtr/Ant/O-1)
http://www.mediaindo.co.id/

Mengenal HYPERTENSY (Tekanan Darah Tinggi)

Tekanan darah adalah menunjukkan keadaan di mana tekanan yang dikenakan oleh darah pada pembuluh arteri ketika darah dipompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh. Tekanan darah dapat dilihat dengan mengambil dua ukuran dan biasanya ditunjukkan dengan angka seperti berikut - 120 /80 mmHg. Angka 120 menunjukkan tekanan pada pembuluh arteri ketika jantung berkontraksi. Disebut dengan tekanan sistolik. Angka 80 menunjukkan tekanan ketika jantung sedang berelaksasi. Disebut dengan tekanan diastolik. Sikap yang paling baik untuk mengukur tekanan darah adalah dalam keadaan duduk atau berbaring.Hipertensi adalah penyakit yang terjadi akibat peningkatan tekanan darah. Yang dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu hipertensi primer atau esensial yang penyebabnya tidak diketahui dan hipertensi sekunder yang dapat disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit endokrin, penyakit jantung, gangguan anak ginjal, dll.
Hipertensi seringkali tidak menimbulkan gejala, sementara tekanan darah yang terus menerus tinggi dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan komplikasi. Oleh karena itu, hipertensi perlu dideteksi dini yaitu dengan pemeriksaan tekanan darah secara berkala, yang dapat dilakukan pada waktu check-up kesehatan atau saat periksa ke dokter. Biasanya dokter akan mngecek dua kali atau lebih sebelum menentukan anda terkena tekanan darah tinggi atau tidak. Apabila pada kesempatan tersebut tekanan darah anda berada pada 140/90 mmHg atau lebih maka akan didiagnosa sebagai hypertensi (tekanan darah tinggi)Tekanan darah tinggi (hipertensi) menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal..Tanpa melihat usia atau jenis kelamin ,semua orang bisa terkena penyakit jantung dan biasanya tanpa ada gejala-gejala sebelumnyaTekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi secara alami. bayi dan anak-anak secara normal memiliki tekanan darah yang jauh lebih rendah daripada dewasa.

Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana akan lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika beristirahat. tekanan darah dalam satu hari juga berbeda; paling tinggi di waktu pagi hari dan paling rendah pada saat tidur malam hari.
Target kerusakan akibat Hipertensi antara lain:

  • Otak : menyebabkan stroke
  • Mata : menyebabkan retinopati hipertensi dan dapat menimbulkan kebutaan
  • Jantung : menyebabkan penyakit jantung koroner(termasuk infark jantung), gagal jantung
  • Ginjal : menyebabkan penyakit ginjal kronik, gagal ginjal terminal klasifikasi tekanan darah pada dewasa

kategori

  1. tekanan darah sistolik
  2. tekanan darah diastolik
    normal
    dibawah 130 mmhg
    dibawah 85 mmhg
    normal tinggi
    130-139 mmhg
    85-89 mmhg
    stadium 1 (hipertensi ringan)
    140-159 mmhg
    90-99 mmhg
    stadium 2 (hipertensi sedang)
    160-179 mmhg
    100-109 mmhg
    stadium 3 (hipertensi berat)
    180-209 mmhg
    110-119 mmhg
    stadium 4 (hipertensi maligna)
    210 mmhg atau lebih
    120 mmhg atau lebi

Hipertensi maligna adalah hipertensi yang sangat parah,yang apabila tidak diobati akan Menimbulkan kematian dalam 3-6 bulan,Hipertensi ini jarang terjadi,hanya 1 dari 200 orang yang menderita hipertensi. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya

Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis. dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.

Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat.

Begitu juga sebaaliknya,tekanan darah rendah disebabakan oleh aktivitas memompa jantung berkurang, arteri mengalami pelebaran, banyak cairan keluar dari sirkulasi. Cara yang paling baik dalam menghindari tekanan darah tinggi adalah dengan mengubah ke arah gaya hidup sehat seperi akif berolahraga, Mengatur diet atau pola makan seperti rendah garam, rendah kolesterol dan lemak jenuh, meningkatkan konsumsi buah dan sayuran, tidak mengkonsumsi alcohol dan rokok Namun apabila anda telah didiagnosa terkena Hypertensi,langkah awal terpenting adalah agar menurunkan tekanan darah anda dengan mengikuti gaya hidup sehat seperti di atas dan mengkonsumsi obat sesuai dengan petunjuk dokter.Selain itu dianjurkan juga untuk Melakukan pemeriksaan laboratorium dengan panel evaluasi awal hipertensi atau panel hidup sehat dengan hipertensi

Tujuan pemeriksaan laboratorium pada pasien hipertensi :

  1. Untuk mencari kemungkinan penyebab Hipertensi sekunder
  2. Untuk menilai apakah ada penyulit dan kerusakan organ target
  3. Untuk memperkirakan prognosis
  4. Untuk menentukan adanya faktor-faktor lain yang mempertinggi risiko penyakit jantung koroner dan stroke

Pemeriksaan laboratorium untuk hipertensi ada 2 macam yaitu :

  • Panel Evaluasi Awal Hipertensi : Pemeriksaan ini dilakukan segera setelah didiagnosis Hipertensi, dan sebelum memulai pengobatan
  • Panel Hidup Sehat dengan Hipertensi : Untuk memantau keberhasilan terapi

Sumber :

http://www.nhlbi.nih.gov/

http://www.medicastore.com/

http://www.makassarterkini.com/